film dokumenter judulnya capitalism kritis. pandangannya skeptis terhadap demokrasi yang menguntungkan yang diatas. seakan-akan dampak demokrasi itu yang kaya tambah kaya, miskin semakin miskin. semakin tinggi gedung tapi disebelahnya pemukinan makin kumuh. amerika, india, indonesia penganut demokrasi. Indonesia menganut demokrasi semua orang free speech tapi gak ada yang dengerin. apakah demokrasi tegak kalau tambah banyak orang miskin, dan jumlahnya terus bertambah. pers sebagai nafas demokrasi haruskah melukai kenyamanan mereka yang sudah diatas? melukai bukan berarti bikin ribut.
ngomong itu murah, talk is cheap. tv o*ne bikin acara kumpul-kumpul pengacara jakarta itu pasti budget produksinya juga murah. orang isinya ngobrol doang. ga ada esensi juga kalau ditonton orang-orang miskin. tidak adakah cara "mahal" yang ditempuh buat mengatasi solusi bangsa? pengorbanannya buat membikin gerah yang sudah berada diatas ga cukup dengan omongan. karena sinisme udah ga mempan, yang mempan sarkasme. tapi sarkasme adalah cara yang ditempuh kampungan. dan lagi talk is cheap.
*edited*
talkshow tidak buang-buang biaya produksi selama targetnya adalah anak muda yang masih punya pemikiran untuk merubah sesuatu mulai dari dirinya sendiri dan tidak hanya selalu bisa menuntut tanpa sama sekali adanya pergerakan. maju terus!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar