"sekarang kuliah dimana?"
pertanyaan basa-basi yang cukup sering didengar oleh telinga kita. bagi sebagian orang, ditanya masuk universitas mana itu agak sensi. "emang kenapa kalo aku kuliah disini?" ""emang dimanapun aku kuliah bakal ngaruh ke kehidupanmu?". ya mungkin jawaban dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu bakal dilontarkan, dalam hati. ini adalah sebuah bentuk kekesalan yang susah untuk dilontarkan secara langsung. lalu Tuhan menjawab dengan ditemukanlah sesuatu bernama twitter.
dengan adanya twitter, kita tweet semua kekesalan kita di twitter, banyak yang retweet, dan kita jadi selebtweet. kita galau patah hati, ngetweet, banyak yang retweet, kita jadi selebtweet, dapet duit, seneng. tapi tetep tweetnya galau. kita bertemu teman lama, kita ngomong "hei apa kabar?" "baik" lalu mata kita kembali tertuju ke gadget. menatap linimasa, meretweet tweet orang yang lain, orang lain jadi selebtweet, dan kita sedikit kehilangan esensi kehidupan sosial kita. itu hanya karena banyak yang mencurahkan kehidupan yang harusnya di dunia nyata, justru ke dunia maya.
dengan adanya twitter, kita tweet semua kekesalan kita di twitter, banyak yang retweet, dan kita jadi selebtweet. kita galau patah hati, ngetweet, banyak yang retweet, kita jadi selebtweet, dapet duit, seneng. tapi tetep tweetnya galau. kita bertemu teman lama, kita ngomong "hei apa kabar?" "baik" lalu mata kita kembali tertuju ke gadget. menatap linimasa, meretweet tweet orang yang lain, orang lain jadi selebtweet, dan kita sedikit kehilangan esensi kehidupan sosial kita. itu hanya karena banyak yang mencurahkan kehidupan yang harusnya di dunia nyata, justru ke dunia maya.